Transformasi menuju Desa Wisata Digital

Desa Wisata Proses menuju Desa Wisata Digital disebut proses transformasi digital yang harus dilakukan secara end-to-end (ujung ke ujung) dan secara terintegrasi antara satu komponen dengan yang lainnya.

Hal ini bertujuan agar transformasi digital dapat menciptakan suatu nilai (value creation) yang meningkatkan kemanfaatan bagi semua pihak, penurunan risiko dan efisiensi penggunaan sumber daya yang terbatas. Nilai kemanfaatan yang dirasakan oleh para pihak misalnya kemudahan, kecepatan dan biaya yang rendah.

Penurunan risiko sangat penting untuk mengurangi kejadian kegagalan atau kesalahan jalannya proses termasuk juga menghindari potensi gangguan yang mungkin terjadi. Pemanfaatan TIK juga harus memperhatikan efisiensi penggunaan sumber daya, misalnya ketersediaan dana dan SDM yang ada di desa.

Pada umumnya transformasi digital mencakup beberapa aspek, yaitu:

  • kebijakan-kebijakan nasional terkait desa wisata;
  • pengaturan proses bisnis yang sesuai, kelembagaan desa yang lebih cocok;
  • kebiasaan atau adat desa, informasi desa;
  • ketersediaan infrastruktur dan aplikasi; dan
  • SDM desa yang memadai.
Masing-masing aspek akan dibahas dengan rinci sebagai berikut.

Kebijakan-kebijakan nasional terkait desa wisata harus menjadi faktor pendorong proses transformasi digital. Kebijakan yang terkait kewenangan Desa yang mengacu pada Peraturan Bupati/Walikota tentang Daftar Inventarisasi Kewenangan Hak Asal Usul dan Lokal berskala Desa dan di legalitasikan dalam Perdes.

Berdasarkan Permendagri 114 Tahun 2014 bahwa Digitalisasi Desa Wisata yang merupakan kewenangan desa harus menjadi prioritas dalam RPJM Desa dan RKPDesa dan teranggarkan dalam bidang pariwisata dan informasi bidang pendukungnya yang teranggarkan di APBDesa berdasarkan Permendagri 20 Tahun 2018. Kebijakan-kebijakan yang ada perlu dikaji secara mendalam apakah ada tumpang tindih kewenangan atau pun ada kekosongan peran yang seharusnya dijalankan oleh pihak tertentu.

<img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgGZbqGDV2_h7qzzOYNAIrBVtTp-7StZIaP7x-0ECqhq4kF2H4v0FdlqkzZOGabGosaqTp_RWnyqtZ64hNIT2EIemBZEi-C6TjCMPXPsTt0VOjyhl0v1CxsJxIZIgKXc39C9eLD6fg63bw/s16000/Transformasi-menuju-Desa-Wisata-Digital.JPG" alt="Bagaimana Transformasi Desa menuju Desa Wisata Digital"/>
Gambar Ilustrasi : Transformasi menuju Desa Wisata Digital

Kebijakan penggunaan dana desa dalam belanja TIK juga harus jelas, mulai dari perencanaan belanja, proses belanja dan proses audit keuangannya. Berdasarkan peraturan Menteri Desa Nomor Nomor 7 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020, Dana Desa dapat digunakan untuk membuat sebuah Sistem Informasi Desa.

Transformasi digital menuntut ada pengaturan proses bisnis yang sesuai. Prosedur-prosedur yang ada berdasarkan kebiasaan cara manual bisa jadi tidak cocok dan/atau kurang harmonis jika didukung dengan TIK.

Pada dasarnya pemanfaatan TIK bukanlah sekedar menggunakan TIK dalam menjalankan proses yang manual. Tanpa pengaturan proses bisnis yang sesuai, penggunaan TIK hanya menjadi beban berat, biasanya beban biaya tinggi. Sedangkan nilai kemanfaatan yang dirasakan sangat kurang.

Perubahan proses bisnis dapat dilakukan dengan mengubah prosedur-prosedur teknis, proses perekaman/pencatatan data, proses transaksi keuangan dan lain-lainnya. Perubahan proses bisnis ini dilakukan berdasarkan hasil analisis proses bisnis yang dilakukan sebelumnya.

Proses transformasi menuju Desa Wisata Digital ini perlu dikelola oleh lembaga desa yang sesuai. Setidaknya diperlukan dua peran kelembagaan, yaitu:

  1. peran tata kelola (governance);
  2. dan peran manajemen.

Peran tata kelola Desa Wisata Digital bertanggung jawab memberikan arah kebijakan pemanfaatan TIK yang sesuai/harmonis dalam pencapaian tujuan pengembangan wisata desa. Peran ini biasanya dipegang oleh tim yang terdiri pimpinan di desa dan ketua adat/ masyarakat.

Sedangkan peran manajemen bertanggung jawab menjalankan operasional TIK sehari-hari dalam menopang berjalannya proses desa wisata. Lembaga yang menjalankan peran ini harus terpisah dari lembaga tata kelola agar fokus menjalankan operasional TIK. Lembaga ini dapat berupa badan usaha milik desa.

Kebiasaan dan adat desa sangat menentukan penerimaan TIK. Pada saat proses adopsi TIK jangan sampai berbenturan dengan nilai-nilai kebiasaan atau adat desa. Selain itu pada saat operasionalisasi TIK perlu dijaga agar nilai-nilai kebiasaan atau adat desa tidak terkikis.

Dalam hal ini perlu dirumuskan kearifan lokal dalam proses adopsi dan operasionalisasi TIK. Penggunaan TIK harus menyentuh proses digitalisasi informasi.

Informasi-informasi terkait wisata dikemas dalam media-media digital dalam kegiatan promosi. Alih media ini penting untuk mempermudah distribusi informasi agar sampai kepada pihak yang dituju secara mudah, murah, aman dan tepat waktu. Saat ini penggunaan teknologi internet dan media sosial menjadi ujung tombak dalam diseminasi informasi wisata. Informasi wisata yang lengkap mencakup antara lain:

  • Pemesanan paket perjalanan wisata oleh wisatawan (booking);
  • Identitas wisatawan (demografi dan status sosio ekonomi);
  • Jadwal keterisian kamar maupun jadwal kunjungan wisatawan Desa Wisata;
  • Transaksi wisatawan selama di Desa Wisata;
  • Kritik, masukan, dan saran.

Ketersediaan infrastruktur TIK di desa dan aplikasi yang menyediakan layanan wisata sangat dominan dalam pengembangan wisata. Infrastruktur TIK di desa mencakup ketersediaan layanan internet berbasis serat optik maupun berbasis seluler 4G. Jika tidak ada, maka internet berbasis satelit dapat diupayakan implementasinya.

Ketersediaan listrik bagi perangkat-perangkat TIK ini juga harus terjamin. Infrastruktur TIK ditujukan untuk kemudahan bagi pengguna akhir dalam mengakses layanan wisata yang disediakan oleh aplikasi.

Sedangkan aplikasi wisata perlu dirancang yang berbagi pakai dengan menggunakan teknologi cloud. Semua pihak memiliki akses terhadap aplikasi yang sama dan mendapatkan data yang sama. Dalam penyediaan infrastruktur dan aplikasi desa dapat bekerja sama dengan penyedia jasa layanan TIK atau bekerja sama dengan desa lainnya secara bersama-sama.

Aspek SDM desa juga harus ditingkatkan dalam penggunaan perangkat digital dan pemanfaatan informasi digital. Kompetensi penggunaan perangkat digital dapat dilakukan dengan pelatihan-pelatihan teknis yang dilakukan secara terus menerus disesuaikan dengan teknologi yang diadopsi. Pelatihan teknis dapat menjadikan SDM di desa sebagai administrator atau sebagai pengguna akhir tergantung dari level pelatihannya.

Sedangkan pemanfaatan informasi digital dapat dilakukan dengan literasi konten digital, biasanya terkait kehati-hatian dengan konten negatif dan hoax. SDM di desa juga harus mampu menjalankan proses mitigasi jika ada penyalahgunaan konten.

Terima kasih telah membaca artikel di Web-Blog FORMAT ADMINISTRASI DESA yang berjudul: Transformasi menuju Desa Wisata Digital. Konten tersebut mengulas tentang Bagaimana Transformasi menuju Desa Wisata Digital? Desa Wisata Proses menuju Desa Wisata Digital disebut proses transformasi digital yang harus.

Silahkan bagikan artikel ini ke media sosial kamu, jika memang dirasa dapat memberi manfaat kepada orang lain. Terima kasih!
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget